banner

Mengulik Sejarah Sambil Nikmati Sore di Benteng Moraya

7 comments


Assalamualaikum, teman sesudut. Gimana? Kita udah berjalan sejauh ini sama-sama. Masih betah, kan, mampir di sudut cerita ibu Dewi? Kali ini, ikut aku nikmati sore di benteng moraya, yuk!

By the way, kalian kalau berkunjung ke tempat wisata gitu suka nyari tahu sejarah atau asal-usul tempatnya nggak, sih? Atau asal main aja trus foto-foto buat di upload ke Instagram?

Kalau aku sih sebisa mungkin cari tahu dulu. Walaupun nggak banyak, setidaknya kita nggak asal masuk aja, tapi juga bisa dapet insight atau pengetahuan baru tentang suatu tempat itu. Apalagi, kalau tempat yang dikunjungi itu salah satu destinasi wisata edukasi kayak benteng moraya ini.

Nah, kalau kalian ada waktu dan kesempatan buat berkunjung ke Tondano, jangan segan-segan buat mampir ke Benteng Moraya, ya, gaes! Dijamin adem, eh, seru!

Sejarah Singkat Benteng Moraya

Benteng moraya berlokasi di pinggiran Danau Tondano, tepatnya di kelurahan Roong, kecamatan Tondano Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Benteng ini juga dijadikan ikon kota Tondano, loh.

Sebagai warga pendatang yang doyannya jalan dan jajan, jelas dong tempat ini nggak boleh luput didatengin. Apalagi cuma berjarak beberapa jengkal dari rumah (jengkal dinosaurus tapi). Hehe.

Dalam bahasa Tondano, moraya bisa diartikan sebagai genangan darah. Jadi, benteng moraya memang merupakan sebuah bangunan yang menjadi saksi bisu sejarah terjadinya perang Tondano di masa lampau, tahun 1600-an sampai 1800-an.

Dari beberapa sumber yang aku coba telusuri, perang itu terjadi karena permintaan para penjajah Belanda yang ditolak sama warga Minahasa. Para penjajah Belanda meminta supaya pemuda-pemuda Minahasa tuh bersedia dikirim ke Pulau Jawa buat membantu mereka melawan tentara Inggris di sana.

Tapi, warga Minahasa juga punya pendapat, bahwa para pemudanya justru lebih dibutuhkan di Minahasa buat membantu mempertahankan kota mereka dari pada dikirim ke kota lain. Ya iyadong, ya. Meskipun diiming-imingi hadiah, warga Minahasa kekeh, nggak mengizinkan putra-putri daerahnya pergi berperang ke pulau Jawa, hal ini tercetus di pertemuan/musyawarah Minahasa di Tondano.

Karena merasa ditolak cintanya, maka marahlah para penjajah Belanda itu, gaes. Lalu mereka menuduh bahwa tokoh-tokoh Tondano itu sengaja menggagalkan politik Belanda, dan mengancam bakalan menyerang kota Tondano dengan kekuatan militernya.

Singkat cerita, terjadilah perang besar-besaran antara Belanda dan orang-orang Minahasa. Perang ini berlangsung lama, gaes. Menurut sumbernya sih berlangsung selama 4 kali. Puncaknya, terjadi di wilayah Minawanua, tahun 1809. Tempat berdirinya benteng moraya saat ini.

Akhir kisah perang itu, wilayah Minawanua menjadi lautan darah. Air sungai dan danau Tondano sendiri sampai disebutkan berwarna merah karena banyaknya pahlawan yang gugur waktu itu. Genangan darah dimana-mana itu lah yang saat ini diambil jadi nama Moraya.

Rute, Tiket masuk dan Fasilitas

- Rute

Kalau teman sesudut tertarik nih pengin berkunjung ke sini, dari kota Manado kalian bisa naik angkutan umum/mobil pribadi menuju ke Tondano, melalui jalur Manado-Tomohon-Tondano.

Atau bisa juga melewati jalur Minahasa Utara (Aermadidi). Dua-duanya cuma memakan waktu perjalanan sekitar 1-1,5 jam, dengan jalur dan pemandangan perbukitan. Siap-siap terguncang, lah! Tapi, tetap aman.


- Tiket masuk

Sejak hampir empat tahun belakangan, waktu pertama kalinya berkunjung ke benteng moraya ini sampai sekarang, sama sekali nggak ada tiket masuk, gaes. Alias gratis. Tapi di beberapa sumber yang aku baca, dulunya memang ada tiket masuk, sekitar Rp.5000/orang. Entah kenapa saat ini udah nggak ada.

- Fasilitas

Dari pinggir jalan raya, menuju pintu masuk kita udah disuguhin sama huruf-huruf raksasa monumen benteng moraya berwarna merah darah. Di samping kanan-kirinya terdapat 12 pilar besar yang berukir relief-relief, mengisahkan tentang perang Tondano. Ada juga relief-relief tentang asal-muasal suku Minahasa.

Lalu, dari situ kita langsung bisa melihat sebuah bangunan tinggi menara pengintai. Menara setinggi empat lantai ini dikelilingi sama kolam ikan, dan masih dipenuhi relief-relief juga di sekeliling temboknya.

Nah, kalau udah ke sini, wajib sih cobain naik ke atas menara pandangnya. Cuma naik tangga empat lantai aja kok, gaes. Biasanya, di sini baru deh pengunjung dimintain uang sukarela buat yang mau cobain nikmatnya terpaan angin Tondano di puncak menara. Tapi nggak selalu dibuka, sih, jalan menuju menaranya.

Di atas menara, kita bisa dimanjakan sama pemandangan alam kota Tondano yang masih asri. Apalagi kalau udah mulai sore. Pemandangan dari atas masyaAllah, cantik kayak yang nulis. Eh? Jangan protes, wanita dimana-mana pasti cantik, kan?

Tapi harus ingat, pakai jaket, gaes! Dingin. Embusan angin Tondano lumayan bikin menggigil. Nikmati sore di benteng moraya kurang lengkap, sih, kalau nggak cobain naik ke atas sini.


Pemandangan Menara


Setelah puas nikmatin angin di puncak menara, kita bisa duduk-duduk santai dulu di pinggir kolam. Atau bisa foto-foto dulu sama orang-orang yang pake baju Kabasaran berwarna merah, baju tari perang khas Minahasa. Ada burung hantu-burung hantu yang lucu juga buat pelengkap foto kamu!

Setelahnya, kita masih bisa masuk lagi menuju amphitheater. Di dalam sini, terpahat nama-nama (marga) orang Minahasa. Ada ribuan nama yang tersusun sesuai abjad, nih, gaes. Banyak banget. Tempat ini cocok buat kamu-kamu yang suka selfie dengan latar estetik.

Amphitheater


Kalian lapar atau haus? Boleh coba-coba jajan pisang goroho pakai sambal roa di foodcourt-nya. Tepat di belakang amphitheater. Tapi, sebagai pengingat aja bagi yang muslim, make sure dulu sebelum jajan. Karena mayoritas warga Tondano memeluk kepercayaan Kristen.

Sejauh ini, mereka menjual makanan yang umum, kok. Insya Allah, aman. Tapi kalau ragu-ragu lebih baik ditinggalkan. Tenang, di pinggiran jalan sebelum masuk benteng juga udah banyak banget yang jual jajanan, kok. Bisa langsung menuju stand yang bertuliskan halal bagi yang muslim.

Oke, ada satu fasilitas baru di benteng moraya yang aku pun belum pernah cobain, gaes. Ada jembatan panjang gitu yang bisa diakses buat melihat pemandangan persawahan kota Tondano dari atas. Cobain lah kapan-kapan.

Belum habis, gaes, jangan kabur dulu. Masih di kawasan benteng moraya, tepatnya di sebelah amphiteater, terdapat pelataran khusus situs waruga. For your information, waruga itu kubur tua (kubur batu) warga Minahasa.

Dulunya, warga Minahasa yang meninggal bakalan diletakkan di dalam sebuah tempat dari batu lalu ditutup dari atas. Nah, diperkirakan waruga-waruga di benteng moraya ini sudah ada sejak dulu, sebelum terjadi perang Tondano.

Nggak jauh dari situ, ada juga spot kayu-kayu besar yang masih berdiri kokoh. Katanya sih, kayu-kayu inilah yang dulunya jadi benteng pertahanan masyarakat Minahasa di perang Tondano itu, gengs.
 
Pohon kayu


Kalau mau lihat dan foto-foto di sana, tetap usahakan buat menghargai peninggalan sejarahnya ya, gaes. Jangan menginjak, mengotori, atau bahkan merusaknya. Jadilah pengunjung yang bijak!

Penutup

Oke gaes, jadi, belajar sejarah nggak semembosankan itu juga, kan? Dengan berkunjung ke tempat-tempat wisata sejarah, kita bisa dapet banyak banget wawasan dan pengetahuan baru.

Contohnya di benteng moraya ini. Dengan akses masuk yang gratis, kita bisa disuguhin berbagai situs dan pengetahuan sejarah plus landscape pemandangan segar dan asrinya kota Tondano.

Bisa dikunjungi saat pagi hari. Kalau aku sih, lebih suka ajak anak-anak ke sini sore-sore. Biasanya, kalau ke sini, si anak lanang bawa mainan pancingnya, trus dudukan di pinggir kolam sambil pura-pura mancing.

Atau, sekadar kelilingin menara sambil jalan kaki, itung-itung olahraga. Itu salah satu caraku nikmati sore di benteng moraya, gaes. Nanti, kalau anak-anak udah ngerti, pasti sih bakalan aku ceritain juga kisah sejarahnya.

Kalian nggak pengin ke sini juga? Jalan-jalan virtual dulu aja, nih!






Sumber Referensi:
- https://www.celebes.co/benteng-moraya-minahasa
- https://duasudara.com/sejarah-minahasa-di-benteng-moraya/
- https://www.genpi.co/travel/5349/benteng-moraya-saksi-bisu-perang-tondano
halodwyta
Halo, aku Dewi Yulia. Suka jalan-jalan, sambil review makanan dan tempat-tempat seru lainnya.

Related Posts

7 comments

  1. Kalau bener gratis sayang banget sih, setidaknya ada biaya operasional buat merawat cagar sejarah disana
    Pdhal 5rb hitungannya murah juga buat menghargai sejarah bangsa sendiri huhuhu sedih aku tuh apalagi liat foto dan sempat intip sejarah duh itu mahal banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, mba. Sebagai situs sejarah yg juga ikon kota Tondano sendiri sebenernya sangat disayangkan bgt kalau sampai terbengkalai.

      Delete
  2. Sulawesi itu banyak sekali ya benteng peninggalan jaman dulu...cantik2 view nya meski terkadang masih menyisakan kekelaman

    ReplyDelete
  3. Harusnya tempat sejarah di Indonesia dilestarikan lagi biar banyak pelancong domestik maupun mancanegara

    ReplyDelete
  4. sesama Sulawesi nih kita mba 😍 salam kenal.. semoga ada rejeki dan kesempatan ke Benteng Moraya ini yaa.. menarik sekali kesana

    ReplyDelete
  5. Seru, nih, kalau wisata sejarah seperti ini. Jalan-jalan bukan sekadar jalan, tetapi juga sambil belajar sejarah tempat tersebut.

    ReplyDelete
  6. Menjadi saksi sejarah.. Yang patut kita hargai.. Indah bangeet tempatnya mba

    ReplyDelete

Post a Comment