banner

Mendaki Gunung Lokon Sampai Jadi Artis Dadakan

Post a Comment

Mendaki


Hai teman sesudut, gimana liburannya? Sudah main ke mana aja?
Kalau aku sih, sudah jadi artis dadakan kemarin pas mendaki gunung Lokon di Sulawesi Utara. Eh eh? Kok bisa? 

Yuk aku ceritain dulu soal gunung yang satu ini!

Gunung Lokon


Tou Tua Lokon


Gunung Lokon ini letaknya di desa Kakaskasen, Kota Tomohon, Sulawesi Utara. Kalau orang sini bilang, gunung berapi yang punya ketinggian 1580 mdpl ini berarti gunung tertua dan berbadan besar, sesuai sama namanya, Tua Lokon atau Tou Tua Lokon dalam bahasa daerah.

Sebuah lubang kawah besar yang terbentuk gegara letusannya, jadi daya tarik tersendiri buat para wisatawan, gaes. Jadi, gunung ini memang termasuk salah satu objek wisata yang paling terkenal di Tomohon. Banyak pendaki baik dari lokal juga mancanegara, yang datang ke gunung ini buat menyaksikan langsung keindahan alamnya.

Gunung yang masih aktif ini memang sudah beberapa kali terpantau erupsi. Menurut beberapa sumber yang aku rangkum, terakhir kali gunung ini memuntahkan abu vulkaniknya di tahun 2015 yang lalu. Dan kalau dilihat dari riwayatnya, emang termasuk aktif banget.

Tapi Alhamdulillah selama hampir lima tahun ini aku tinggal di Sulawesi Utara, aktivitas gunung Lokon bisa dibilang masih adem ayem. Sempat beberapa kali ada erupsi kecil, tapi masih dalam tahap aman. Semoga terus baik-baik aja. Aamiin.


Menuju Pendakian

Nah, setiap mau turun ke Manado dari kota Tondano, sering kali aku memilih jalur Tomohon karena lebih ramai. Selain itu, karena setiap melewati kota Tomohon kita bakalan disuguhin pemandangan gagahnya si gunung Lokon tadi. Masya Allah, apalagi kalau pas cuaca cerah.

Karena sering memandanginya dari kejauhan aja, tentu dong jiwa pendakian ku memanggil-manggil. Rasanya pengin menikmati keindahannya langsung di TKP. Kalau dulu, pas awal-awal ke Tondano belum bisa mendaki agak tinggi, karena mikirin ribetnya bawa bayi.

Eh, pas bayinya sudah agak besar, akunya malah punya bayi baru lagi. Malah si sulung yang lebih duluan mendaki, waktu itu ke gunung Tampusu. Trus ibunya? Ya ngurus bayi baru dong di rumah. Hahaha. Alhamdulillah.

Tapi nggak papa. Ya gitu lah dilema mamak-mamak. Banyak banget pertimbangannya kalau mau mendaki gunung. Apalagi, mood yang masih berantakan pasca lahiran. Jadi ya sabar-sabar dulu aja. Nggak akan lari gunung dikejar, kan?

Tapi tetap aja, setiap lewat sana, aku selalu tanya ke suami, "kapan kita mendaki gunung Lokon?", berkali-kali nanyanya. Dan akhirnya baru terwujud di akhir tahun ini, gaes. Alhamdulillah, dengan memboyong dua balitaku yang lucu-lucu. Masya Allah, Tabarakallah.


Kawah Tompaluan


Kawah gunung


Dari awal, rencana pendakianku bareng anak-anak, memang nggak menuju ke puncak gunungnya. Berbekal cerita orang-orang dan suami sendiri yang sudah pernah lebih dulu mendaki gunung Lokon.

Menurut mereka, puncak gunung Lokon kurang ramah anak. Karena jalur pendakiannya yang nanjak nggak abis-abis. Denger soal itu, tentu dong aku angkat tangan duluan. Karena mendaki gunung bagi aku bukan soal menuju puncaknya.

Apalagi sekarang harus bawa anak-anak. Naik ke sana pun aku sudah menanamkan mindset buat nggak memaksakan kehendak. Aku dan suami sepakat buat menyesuaikan fakta di lapangan, menimbang soal kesanggupan anak-anak.

Nah, walaupun kata orang-orang jarak dari titik pendakian awal menuju kawah cuma dekat, kurang lebih ditempuh dalam waktu 40 menitan. Tapi kalau bawa dua balita, tentu nggak bisa disamain dong, ya. Pelan-pelan asalkan selamat.

Total waktu pendakian kami kemarin, sekitar 1 jam sampai ke kawah Tompaluan. Jalur yang katanya gampang, rupanya nggak gampang-gampang amat kalau sambil gendong anak. Kayaknya memang gegara faktor kegesitan diri yang sudah berkurang. Haha.

Buatku, mendaki gunung Lokon nggak semudah yang dibayangkan, gaes. Jalurnya lumayan bikin otot-otot kaki jadi kenceng, sih. Menanjak, menurun, melewati bebatuan dan lembah. Tapi dibayar sama pemandangan alam yang luar biasa cantik.

Karena aku mulai mendaki saat cuaca masih cerah, sinar matahari cukup menyengat. Nggak lupa alat tempur per-sunscreen-an dipakai terlebih dulu ya, Bun, kalau mau nanjak. Biar bisa tetap kinclong kalau balik ke rumah lagi. Ya, kan?

Nah, agak di luar dugaan sebenarnya saat si sulung memilih buat lebih banyak jalan sendiri pas naik. Padahal orang tuanya mikir bakalan sering minta gendong, dong. Ternyata si sulung sudah cukup menikmati momen-momen pendakiannya yang kesekian ini. Masya Allah.

Sesampainya di kawah Tompaluan, tiba-tiba aja ada satu cewek, dari rombongan pendaki lain yang minta izin foto bareng sama si sulung. Awalnya aku agak risih sih kalau diminta foto bareng gitu, apalagi nggak kenal sama sekali. Mana baru banget sampai, kan.

Bahkan kita belum nyari posisi buat selonjoran setelah nanjak menuju kawah. Eh sudah diminta foto bareng. Dan parahnya, tanpa basa-basi perkenalan pula. Padahal biasanya kalau ketemu sama pendaki lain di atas gunung, kita suka saling kenalan dulu biar seru.

Mungkin gini kali ya perasaan para artis kalau lagi capek, tetiba diminta foto bareng. Kadang bikin aku kesal! Hehe. Ini kurang sopan ya, adik-adik. Sebaiknya nggak buat ditiru. Tapi, ya sudah lah daripada ribut. Sesekali jadi artis dadakan.

Mendaki gunung Lokon sama anak-anak, sebenarnya harus dipertimbangkan juga. Mengingat bau belerangnya yang menyengat banget. Kalau aku dan rombongan, memilih buat nggak stay lama-lama di dekat kawah.

Di saat yang lainnya masih foto-foto di dekat kawah, aku dan anak-anak melipir agak jauh dan berlawanan arah angin. Nggak lama setelah si kecil selesai menyusu, gerimis manis muncul menghiasi hari.

Datang beberapa menit dengan intensitas kecil, trus menghilang. Begitu berkali-kali, sampai akhirnya aku dan rombongan memutuskan buat pindah posisi ke lembah seberang kawah yang masih harus ditempuh lagi dengan perjalanan naik turun. Demi menghindari hujan lebih deras yang kemungkinan datang lagi.

Karena di tempat sebelumnya, nggak ada pepohonan tinggi, gaes. Sangat minim vegetasi. Jadinya, kita menuju lembah yang agak hijau, buat pasang flysheet dan lanjut istirahat-sholat-makan. Dan benar aja, belum sampai tujuan, hujan mulai turun lebih dari gerimis manis.

Perjalanan Turun


Sekilas

Setelah istirahat sholat dan makan buat mengisi energi lagi, aku dan rombongan lanjut turun selepas Ashar. Berhubung anggota rombongan lainnya masih harus lanjut bekerja, akhirnya kita pisah.

Aku, suami dan dua bocil di urutan belakang karena bener-bener jalan santai dan cari aman. Karena jalur turun jadi lebih licin dibanding saat naik. Apalagi pas di jalur bebatuan. Harus ekstra hati-hati pas melangkah.

Sedikit lagi menuju basecamp, Allah turunkan hujan yang sangat-sangat deras. Alhamdulillah, hujan derasnya setelah kita melewati jalur bebatuan yang licin, yang menurutku paling sulit ditempuh sambil gendong anak.

Akhirnya, cerita mendaki gunung Lokon bisa aku tuliskan di sini. Sebagai pengingat saat anak-anak sudah besar nanti. Semoga ada perjalanan-perjalanan berikutnya bersama. Doakan kami terus diberi kesehatan, kekuatan dan kebersamaan yang erat ya, teman.
halodwyta
Halo, aku Dewi Yulia. Suka jalan-jalan, sambil review makanan dan tempat-tempat seru lainnya.

Related Posts

Post a Comment